Kampung yang Sadar akan Keselamatan Bekerja di Ketinggian dalam Memanen Madu Hutan
Oleh: Ahdi Muhtadin | Fahutan-E37, Pendiri TCI (Tree Climbers Indonesia)
KAMPUNG LONG AYAP
Kampung Long Ayap merupakan salah satu kampung yang berada di kecamatan Segah, di hulu Kabupaten Berau, kampung ini berada di sekitar Hulu Sungai Segah. Jarak tempuh dari ibu kota Tanjung Redeb menuju Kampung Long Ayap sekitar 230 km dengan kendaraan mobil/motor dengan kondisi jalan aspal sampai kecamatan segah (tepian buah) sekitar 2 jam (motor 1,5 jam), dari kecamatan Segah sampai kampung Long Ayap berupa jalan tanah melewati perkebunan sawit sekitar 3 jam (motor 2-2,5 jam).
Wilayah Kampung Long Ayap membentang dan memanjang dari arah selatan ke arah utara. Luas daratan Kampung Long Ayap 38.184 Ha, yang di dalamnya terdapat hutan lindung dengan luas 13.605 Ha. Kampung ini lahir melalui beberapa proses berpindah-pindah seperti ciri khas yang melekat oleh orang Dayak Punan. Tempat yang ditinggali sekarang adalah tempat mereka sudah memiliki peradaban dan modernisasi serta akses sungai maupun akses darat. Beberapa sumber mengatakan bahwa nenek moyang mereka itu awalnya bertempat di Hulu Long Okeng atau di Segah. Selanjutnya, dengan melalui proses perpindahan yang panjang kemudian pindah di Gutol Nlung.
Nama Kampung Long Ayap di ambil dari nama salah satu sungai yang ada di hulu sungai, dimana mereka juga pernah menempati tempat tersebut. Nama tempat yang mereka tempati sekarang adalah kampung Jo’jakang, tetapi karena secara administrasi nama Kampung Long Ayap itu sudah tercatat di pemerintahan pada waktu itu, maka nama Long Ayap sampai sekarang digunakan. Kampung Long Ayap berada dekat dengan garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis dengan kategori curah hujan tinggi dan merata di sepanjang tahun. Dengan intensitas penyinaran matahari yang tinggi membuat Kampung Long Ayap memiliki suhu udara relatif tinggi yang juga diikuti dengan kelembaban udara tinggi.
Kampung Long ayap memiliki kekayaan alam yang melimpah, diantaranya Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yaitu Rotan Segah/Ronti, Madu Hutan (Apis Dorsata), Pasak bumi, Onlong, Daun Sthi, Daun Cungkanla, Terap Hutan “Kumut” dan lain-lain. Dengan tutupan hutan yang luas dan didorong oleh kesadaran pentingnya menjaga keberlanjutan hutan membuat masyarakat membangun visi kolektif. Emhui Tna = Emhui Lasngan Blom adalah visi kolektif yang dibuat dalam bahasa Dayak Mapnan, yang artinya “menjaga hutan sama dengan menjaga nafas kehidupan”, sehingga terbentuklah Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Long Ayap dengan SK.526/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL.0/2/2017, tanggal 14 Februari 2017 seluas 5.640 Ha, berada pada Hutan Lindung (HL).
MADU HUTAN-POHON MANGRIS
Pohon Mangris/ Banggeris (Koompassia excelsa) yang termasuk dalam keluarga tumbuhan Fabaceae ini merupakan salah satu jenis pohon tertinggi di hutan hujan tropis (dapat mencapai tinggi lebih dari 80 m dan menjadikan spesies ini termasuk dalam Emergent Spesies. Pohon ini memiliki morfologi batang yang indah. Banggeris memiliki kualitas kayu keras yang baik dan bernilai ekonomi yang cukup tinggi. Meskipun demikian, penebangan pohon ini sangat dilarang oleh sebagian besar masyarakat adat dayak dan dianggap tabu, hal ini merupakan bentuk nyata kearifan lokal masyarakat dayak dalam pelestarian hutan.
Banggeris yang dapat tumbuh sangat tinggi dan batang pohonnya yang keras menjadikan pohon ini sebagai habitat yang cocok bagi sarang lebah madu yang ada di pulau Kalimantan, khususnya dari spesies Apis dorsata binghami. Lokasi sarang lebah madu yang tinggi dimaksudkan agar sarang aman dari ancaman predator seperi Beruang Madu (Helarctos malayanus). Lebah madu Apis dorsata binghami sendiri merupakan spesies lebah madu yang luas persebarannya meliputi Kalimantan (Indonesia), Serawak dan Sabah (Malaysia). Madu yang dihasilkan memiliki kualitas gizi yang sangat baik, komposisinya diantaranya berbagai jenis gula dan mineral seperti potasium, zat besi, kalsium dan magnesium.
Madu sebagai salah satu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK), sejak lama diyakini memiliki banyak manfaat bagi manusia dan alam. Keberadaan madu yang dihasilkan oleh koloni lebah hutan (Apis dorsata) dalam banyak studi ilmiah menunjukkan keberadaanya sebagai indikator kualitas kawasan hutan yang sehat dimana lebah hutan berperan penting dalam proses penyerbukan bunga tumbuhan hutan sehingga secara alami vegetasi didalam hutan dapat terus tumbuh dan berkembang, bagi flora lainnya membutuhkan lebah sebagai agen penyerbuk yang menunjang bagi perkembangbiakan berbagai jenis tumbuhan. Tempat bersarang Apis dorsata umumnya di pohon Mangris/Banggris (Koompassia excelsa) dan jenis lain seperti Baccaurea sp, Artocarpus sp, Kempas (Koompassia malaccensis) dan Tempura (Diprerocarpus gracilis).
Madu oleh masyarakat adat Dayak dianggap sebagai kebutuhan yang tak tergantikan. Selain digunakan oleh mereka sendiri, madu ini juga dijual dengan harga yang menggiurkan. Tingginya nilai madu ini memicu beberapa masyarakat adat dayak mengakusisi suatu pohon Mangris sebagai kepemilikannya. Hal ini dilakukan agar madunya tidak diambil oleh orang lain. Pengambilan madu tanpa izin atau bahkan melakukan penebangan akan dapat dikenai hukum adat yang cukup berat, dapat berupa denda atau bentuk hukuman lain tergantung dari hukum yang berlaku di tiap sukunya.
Madu hutan (Apis dorsata) pada daerah Berau, Kalimantan Timur menunjukkan hasil yang memenuhi SNI madu 8664-2018 dengan kadar air yang dihasilkan adalah 20,19 %b/b, kadar abu adalah 0,45 %b/b, HMF adalah 28,91 mg/kg, 43,47 miliekivalen/kg, dan gula pereduksi adalah 68,21 %b/b. Kualitas madu yang baik bagi kesehatan dan nilai jual yang sangat menggiurkan inilah yang dianggap sebagai salah satu alasan mengapa pohon Banggeris ini sangat terlarang untuk ditebang. Saking terlarangnya, perusahaan logging, mining maupun perkebunan yang ada disekitar lingkungan masyarakat dayak juga harus mengikuti aturan ini. Jadi jangan heran bila ditengah-tengah lahan Logging yang telah ditebang, terdapat satu atau dua pohon yang masih berdiri tegak tanpa cacat sedikit pun. Bisa jadi itu adalah pohon Banggeris yang dimaksud.
Rusaknya hutan mengakibatkan rusaknya habitat bagi lebah madu untuk bersarang dan mengambil nektar untuk menghasilkan madu. Dalam prinsip ekologi, konservasi habitat berarti mengonservasi hutan beserta isinya. Vegetasi penyusun habitat merupakan satu ekosistem yang tidak dapat dipisahkan dari lebah madu sebagai sumber nektar.
Khusus di Berau, Kalimantan Timur, masyarakat menyebut Apis Dorsata dengan sebutan Unyai. Unyai biasa bersarang di pohon manggeris (Kompassia exelca). Data tahun 2014 Adviser for Community Based Forest Management, GIZ FORCLIME “Pada setiap pohon bisa ditemui puluhan sarang. Pada musim panen, setiap sarang menghasilkan madu antara 5-20 liter.
Berau Barat merupakan wilayah utama penghasil madu lebah Unyai, tepatnya di Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Berau Barat. Data KPHP Berau Barat 2014 Potensi madu hutan di kawasan itu berkisar 10-30 ton per musim panen. Data dari KPHP Membangun Kewirausahaan Kehutanan Berbasis Masyarakat tahun 2018, Total KPHP di Indonesia yang memiliki potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Madu hutan sebanyak 36 KPHP dan memproduksi madu hutan mencapai 5.787,806 ton/tahun.
Rana Experimental dan TNC, tahun 2016 memperlihatkan bahwa potensi madu hutan di 17 kampung, pada 4 Kecamatan prioritas (Kelay, Segah, Gunung Tabur dan Biduk-Biduk), mencapai jumlah produksi sebesar 19.800 Liter/Tahun. Hal ini menandakan bahwa Kabupaten Berau memiliki potensi produksi madu hutan yang sangat besar.
Dalam Laporan Реmеtaan Potensi HHBK-TFCA-Kalimantan, 2017, Madu hutan Kabupaten Berau menjadi primadona karena telah menyumbang pendapatan ekonomi masyarakat yang cukup besar. Berdasarkan literasi Nilai ekonomi madu hutan dari 1 pohon/tahun dapat mencapai Rp 30.000.000,- dan dapat menghasilkan sampai puluhan tahun. Itu artinya nilai pohon bengris berdiri berharga dari pada nilai kayunya. Menurut laporan Kegiatan Rancangan Pengelolaan HHBK Unggulan Madu Hutan Kabupaten Berau pada bulan Agustus tahun 2017, setidaknya ada 20 kampung di kabupaten Berau yang memiliki potensi penghasil madu hutan , yang sebaranya merata dari hulu di pedalaman sampai sampai hilir di daerah pesisir. Dari 20 kampung ini produktifitasnya mencapai 20.000 liter per tahun dengan variasi harga jual antara Rp. 75.000/liter sampai dengan Rp.250.000/liter tergantung banyaknya hasil, tempat dan jarak distribusi dari konsumen. Selain potensi madu, produk turunan dri sarang amdu juga memiliki nilai ekonomi yang cukup besar, yang saat ini masih belum di manfaatakan oleh masyarakat Berau. Pengolahan sarang lebah menjadi bahan baku lilin saat ini menjadi peluang tambahan karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi antara Rp 40.000 – Rp 70.000/kg.
Hasil wawancara tahun 2024 di Kampung Long Ayap, dalam 1 pohon paling banyak 10 lembar (sarang), dengan harga 300.000/liter. Sementara, sarangnya dapat diolah menjadi lilin lebah (bees wax). Dahulu sampai 40 sarang dalam 1 pohon, karena masih banyak pohon buah sebagai pakan lebah.
PELATIHAN PANJAT POHON
Ketua Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), mengatakan di beberapa wilayah Indonesia, madu merupakan komoditas unggulan yang memberi sumbangan pada kesejahteraan masyarakat setempat. “Madu menjadi identitas sosial dari beberapa masyarakat adat dengan cara mempertahankan keberadaan hutannya lewat pengolahan madu yang lestari, pemanenan (pemanjatan) madu umumnya dilakukan secara tradisional”.
Desa long ayap merupakan salah satu Desa penghasil madu hutan, yang merupakan salah satu mata pencaharian mereka. Namun selama ini, aktivitas pemanenan madu hutan dilakukan secara tradisional tanpa pengaman, sehingga sangat beresiko terjadinya kecelakaan saat bekerja.
Berdasarkan hasil FGD , Masyarakat Long Ayap mengungkapkan resiko yang dihadapi dalam memanen madu tersebut juga tidak main-main. Pemanjat harus sangat terlatih dan berpengalaman. Sebab, salah perhitungan dalam memanjat pohon madu, atau tidak kuat dengan sengatan lebah, pemanen bisa jatuh dari ketinggian.
“Tidak semua warga Long Ayap bisa memanjat pohon untuk mengambil madu hutan, hanya beberapa saja yang sudah terlatih dan anak-anak muda sekarang takut ketinggian apalagi tidak menggunakan alat” Bapak Saming (Ketua LPHD Long Ayap)
Untuk merespon keinginan Masyarakat Desa Long Ayap PT. Mulia Inti Perkasa (MIP) berkerjasama dengan Yayasan Hylobates Awara (YAHYWA) sebagai implementasi IAD Segah (Integrated Area Development), melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat desa binaan mereka dengan melakukan pemberian alat panjat pohon dan pelatihan panjat pohon sebagai salah satu cara aman dalam keselamatan untuk panen madu alam/hutan.


Selain pelatihan teknis, perusahaan juga menyediakan 2 (dua) set alat panjat pohon yaitu tali karmantel statis (400 meter), harness, alat naik dan turun (zigzag+chicane), karabiner, foot ascender, knee ascender dan webbing, sebagai pendukung kegiatan pelatihan panjat yang kemudian diserahkan kepada LPHD Long Ayap agar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 21 s/d 22 Agustus 2024 ini menghadirkan Pemateri dari Tree Climbers Indonesia (TCI) , dengan jumlah peserta sebanyak 11 orang. Dihadiri pula dari perwakilan KPHP Berau Barat.
Tree Climbers Indonesia (TCI),yang merupakan pemanjat pohon profesional ,dengan ilmu pengetahuan (memahami karekteristik pohon), keterampilan, penguasaan metode dan teknik pemanjatan pohon yang nyaman dan aman saat bekerja, sejak tahun 2007.
Materi di mulai dari pengenalan alat panjat pohon, fungsi alat, cara perawatan, membuat simpul dan tambatan (hitch), komunikasi (Signal & communication), prosedur sebelum pemanjatan (Procedures before tree climbing : Inspection PPE, Tree and site), Pemasangan tali karmantel/utama dan teknik melemparkan tali kecil/throwline (Rope installation and Throwing), Teknik Anchor atas dan bawah (Systems anchor ; basal, canopy), Teknik naik dan turun (Tree Access : Ascending and Descending), Teknik berjalan di dahan (Branchwalking/Limbwalking), posisi berkerja (Work Positioning Systems) – Lanyard agar mudah serta aman dalam memanjat pohon madu hutan, terakhir pengecekan alat saat meninggalkan pohon (Clearing and equipment checks).
Pada hari pertama para peserta sangat antusias mengikuti kegiatan ini karena pengalaman mereka pertama kali menggunakan alat panjat pohon. Untuk Teknik naik di fokuskan satu teknik yaitu rope walking sebetulnya banyak teknik dalam panjat pohon, kenapa memilih teknik tersebut? karena Teknik ini para peserta bisa naik dan turun tanpa mengganti alat, cepat dan bisa beralih ke teknik berjalan di dahan (tanpa ganti alat) karena rata-rata madu hutan berada di cabang dahan yang jauh, dan tidak lupa juga pengaman menggunakan tali lanyard.
Untuk Hari kedua dilaksanakan ujian praktek dimana peserta pelatihan diminta untuk memasang peralatan pengaman diri dan membuat simpul tanpa bantuan pelatih. Pohon yang digunakan saat ujian adalah pohon menggeris (Koompassia excelsa)yang tingginya sekitar 40 meter. Tahap Throwing dengan menggunakan alat APTA (Air Powered Tree Access) ke dahan sekitar 22 meter dan membuat anchor bawah dilakukan oleh peserta sendiri. Pelatihan sempat terkendala karena hujan maka dari itu ujian praktek tetap dilanjutkan di dalam ruangan.


Bapak Niklaus Wahyu selaku Section Head Sustainability Widya Corporation perwakilan dari PT. Mulia Inti Perkasa (PT MIP) mengungkapkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan merupakan komitmen dan perhatian perusahaan terhadap masyarakat dan petani madu yang ada di kawasan sekitar perusahaan agar dapat bekerja secara aman dan mendapatkan hasil madu yang maksimal dan lestari.
Hal ini senada dengan ucapan Kepala Kampung Bapak Jimmy. “Dengan adanya pelatihan ini, semoga generasi muda bersemangat dalam memanen madu hutan karena saya sudah mencoba alat ini, sehingga bekerja lebih efektif dan resiko kecelakaan saat memanen madu bisa di minimalisir “Ungkap Jemi. Hal ini diaminkan oleh Bapak Ario perwakilan dari Yayasan Hylobates Awara. Perwakilan dari KPHP Berau Barat Bapak Joni mengungkapkan kegiatan ini sangat bagus dan perlu dikembangkan di desa-desa yang menghasilkan madu hutan, terutama faktor keselamatan itu yang penting.
Eko Pahrudin (Instruktur TCI) mengukapkan “Banyak kasus-kasus di Indonesia yang terjatuh saat memanen madu hutan, sehingga pelatihan ini wajib dilakukan karena beresiko tinggi (jatuh) dan masih minim pendampingan dalam proses (hulu) madu hutan salah satunya pelatihan bekerja diketinggian saat memanen madu hutan.
LPHD Long Ayap merasa pelatihan tahun kemarin (2024) belum maksimal, khususnya Teknik berjalan didahan (Branchwalking/Limbwalking) : dahan horizontal dan vertical) karena Teknik ini sangat penting, karena posisi sarang madu hutan berada pada dahan/ujung dahan, apalagi dahan yang berjauhan tidak bisa berpegangan, sehingga perlu adanya Teknik berjalan dan kembali ke batang pohon (Movement and work in the tree Techniques to improve returning to the trunk). Untuk itu TCI diundang Kembali oleh PT MIP dan YAHYWA untuk kegiatan refresh training pelatihan panjat pohon dilaksanakan pada tanggal 4-5 Agustus 2025, dengan jumlah peserta sebanyak 6 orang. Dihadiri pula dari perwakilan KPHP Berau Barat.



Untuk melengkapi alat panjat pohon PT MIP dan YAHYWA meyerahkan alat tambahan panjat pohon yaitu , Tali Lanyard, karabiner, karabiner pulley (rollclip), Helm, set alat throwing (Throw Weight/Bandul, Throw Line/tali kecil, Throw Cube/tempat tali kecil, APTA-air powered tree access/Basoka dan Pompa) sehingga sekarang alat panjat pohon sudah lengkap, mungkin paling lengkap yang dimiliki oleh Desa se-indonesia (khususnya desa pemanen madu hutan).





Leave a Comment